Siti Aisyah tidak hanya mencintai Rasulullah, ia juga sangat kagum dan takjub dengan kepribadian beliau. Ia mencintai beliau seperti cinta seorang muslimah kepada Rasulnya, dan cinta seorang istri kepada suaminya. Ia juga kagum akan ketampanan Rasulullah, di samping juga menyukai akhlak dan kemuliaan beliau. Di antara bukti cinta Aisyah terhadap suaminya adalah jika bangun tidur dan tidak menemukan Rasulullah di sampingnya, ia merasa khawatir dan gelisah.
Siti Aisyah adalah istri yang paling dicintai Rasulullah dibanding dengan istri-istri yang lain. Dari Anas berkata, Rasulullah bersabda, “Perempuan yang paling aku cintai adalah Aisyah dan (yang paling aku cintai) dari laki-laki ialah bapaknya (HR. Bukhari Muslim).
Jika ada orang yang mengaku mencintai Rasulullah seperti ia mencinta beliau, Aisyah merasa sangat sedih dan cemburu, bahkan kendati pun wanita itu sudah wafat. Misalnya, meski Khadijah telah tiada, Rasulullah selalu saja mengenang dan menyebut-nyebut namanya, karena beliau dulu banyak bergantung kepadanya, dan hal ini sampai membuat Aisyah cemburu. Kecemburuan Aisyah ini tidak bisa diredam dan dibendung lagi. Namun, itu juga sebagai bukti rasa cinta Aisyah kepada Rasulullah.
Bukti lain dari kecintaan dan kasih sayang Siti Aisyah terhadap Rasulullah terlihat ketika beliau menjelang akhir hayatnya. Rasulullah sering mengalami sakit. Maka, beliau meminta kerelaan kepada istri-istri beliau yang lain untuk tinggal di kamar Aisyah selama beliau sakit. Bagi Aisyah, menetapnya Rasulullah selama sakit di kamarnya merupakan penghormatan yang sangat besar, karena ia dapat merawat beliau hingga akhir hayatnya.
Tujuan Rasulullah memilih dirawat dan menetap di rumah Siti Aisyah tersebut adalah agar ia dapat menghafal seluruh perkataan dan perbuatan beliau pada hari-hari terakhirnya, karena memang Allah telah menganugerahi Aisyah dengan berbagai keutamaan dan kelebihan, berupa akal yang cerdas, ingatan yang kuat dan tingkat pemahaman yang cepat.
Maka berpindahlah Rasulullah menuju ke rumah istri tercintanya. Aisyah pun begadang sepanjang malam berbagi hati merasakan kesakitan sang suami, dengan rasa cinta dan kasih sayangnya ia urus suami walaupun harus menebus (nyawa) sang suami dengan dirinya. Aisyah dengan lembut mengatakan, ‘Diriku, ayahku, dan ibuku, semuanya akan berkorban untuk menebus dirimu, wahai Rasulullah.
Hari demi hari penyakit Rasulullah semakin parah sampai-sampai beliau tidak mampu lagi melaksanakan shalat berjamaah bersama kaum muslimin di masjid. Detik-detik terakhir kehidupan Rasulullah semakin dekat. Aisyah ketika itu menjadi tempat bersandar bagi tubuh beliau, Rasulullah selalu dalam dekapan dan pelukannya, ia juga selalu menyediakan siwak untuk beliau.
Rasulullah wafat pada tanggal 12 Rabiul Awwal, tahun ke-11 Hijriyah, dalam usia 63 tahun. 40 tahun sebelum kenabian dan 23 tahun sesudahnya. 13 tahun di Mekkah dan 10 tahun di Madinah. Beliau dimakamkan di dalam rumah Siti Aisyah.
No comments:
Post a Comment